Deposit Logam Tanah, semuanya berawal saat saya mengunjungi saudara jauh di Bangka Belitung. Saat itu, saya cuma berniat liburan santai, main ke pantai, makan seafood, dan lepas dari hiruk-pikuk kota. Tapi yang saya temukan di sana justru membuka mata saya lebar-lebar.
Saya melihat lahan bekas tambang yang luas sekali—seperti kawah kering penuh air berwarna kecokelatan. Saya kira itu bekas tambang timah, tapi ternyata, warga sekitar bercerita: “Sekarang orang rame cari Deposit Logam Tanah jarang, bukan cuma timah.”
Deposit Logam Tanah jarang?
Saya belum pernah dengar istilah itu sebelumnya.
Perkenalan Tak Sengaja dengan Dunia Tambang
Apa Itu Deposit Logam Tanah Jarang?
Setelah pulang ke Jakarta, saya mulai cari tahu.
Deposit Logam Tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements adalah sekelompok 17 unsur kimia yang sangat dibutuhkan dalam teknologi modern. Namanya jarang, padahal sebenarnya mereka tidak sejarang itu—yang sulit adalah mengekstraknya karena tersebar dalam konsentrasi rendah.
Beberapa contoh LTJ antara lain:
Neodymium (Nd): dipakai untuk magnet pada turbin angin dan speaker.
Dysprosium (Dy): dipakai untuk komponen motor kendaraan listrik.
Lanthanum (La): digunakan dalam baterai dan lensa kamera.
Dan ini yang bikin saya melongo:
Hampir semua teknologi canggih—dari HP, laptop, hingga mobil listrik—bergantung pada logam tanah jarang.
Saya jadi mikir, selama ini kita pakai teknologi tanpa tahu dari mana asalnya.
Indonesia dan Deposit Logam Tanah Jarang
Yang bikin saya makin tertarik adalah kenyataan bahwa Indonesia punya cadangan logam tanah jarang yang besar.
Menurut data dari Kementerian ESDM dan berbagai riset geologi:
Deposit LTJ banyak ditemukan di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, hingga Sumatera Utara.
Seringkali, LTJ ini ditemukan bersamaan dengan tambang timah dan bauksit.
Tapi belum banyak ditambang secara aktif karena keterbatasan teknologi dan regulasi.
Indonesia punya potensi besar jadi pemain global dalam rantai pasok Deposit Logam Tanah jarang, apalagi karena dominasi Cina di pasar dunia mulai memicu kekhawatiran negara-negara Barat.
Pengalaman Langsung Melihat Eksplorasi
Saya sempat diajak oleh kenalan dari universitas teknik untuk ikut studi lapangan di Kalbar, dan di sana saya melihat sendiri aktivitas eksplorasi. Bukan tambang terbuka yang masif, tapi survei geologi: pengeboran tanah, pengambilan sampel, dan pemetaan struktur batuan.
Saya ngobrol dengan penambang lokal. Katanya, banyak investor mulai datang. Tapi sayangnya, masyarakat belum paham apa itu LTJ dan bagaimana dampaknya. Mereka cuma tahu: kalau tanah mereka mengandung LTJ, harganya bisa naik drastis.
Saya mulai gelisah.
Apakah kita siap dengan potensi besar ini? Atau malah akan jadi bumerang kayak dulu waktu eksploitasi batubara dan sawit?
Manfaat Besar, Tapi Risiko Juga Tak Kecil
Saya makin dalam menyelami isu ini dan menemukan bahwa pengelolaan Deposit Logam Tanah jarang sangat kompleks.
Manfaatnya luar biasa:
Menyokong teknologi ramah lingkungan (mobil listrik, energi terbarukan).
Menambah devisa negara jika dikelola sendiri.
Membuka lapangan kerja baru di bidang tambang modern.
Tapi risikonya juga nyata:
Proses ekstraksi menghasilkan limbah radioaktif (misalnya thorium dan uranium dalam kadar rendah).
Kehancuran lingkungan jika dikelola asal-asalan.
Ketimpangan ekonomi—warga lokal seringkali hanya dapat “remah” dari eksploitasi besar.
Saya jadi berpikir: jangan sampai ini jadi kutukan sumber daya yang baru artikel ini dikutip dari laman resmi Kompas.
Belajar dari Negara Lain
Saya bandingkan dengan negara-negara lain.
Cina: punya kontrol pasar global, tapi juga menghadapi krisis lingkungan parah akibat eksploitasi berlebihan.
Australia: menerapkan sistem pertambangan LTJ yang lebih ramah lingkungan dan transparan.
Amerika Serikat: kini berlomba membangun kembali kemampuan domestik karena takut terlalu bergantung pada Cina.
Indonesia? Masih di persimpangan jalan.
Peluang besar ada, tapi kalau salah kelola… dampaknya bisa panjang.
Harapan Saya Sebagai Warga Biasa
Saya bukan ahli tambang. Saya cuma orang biasa yang ingin teknologi tetap jalan, tapi alam juga tetap aman.
Harapan saya:
Pemerintah segera memperkuat regulasi eksplorasi dan ekspor LTJ.
Jangan cuma jadi pemasok bahan mentah—kita harus bisa mengolah di dalam negeri.Edukasi masyarakat lokal tentang LTJ.
Mereka harus jadi bagian dari pengambilan keputusan, bukan sekadar korban penggusuran.Dorong kolaborasi antara ilmuwan, akademisi, dan petani lokal.
Agar bisa lahir sistem pengelolaan tambang yang adil dan berkelanjutan.Transparansi data deposit LTJ.
Jangan semua informasi soal cadangan hanya dikuasai elite dan investor asing.
Penutup: Dari Keingintahuan ke Kesadaran
Saya nggak nyangka, perjalanan iseng ke Bangka Belitung bisa membawa saya menyelami dunia tambang Deposit Logam Tanah jarang.
Dari awalnya buta soal istilah geologi, sekarang saya jadi rajin baca jurnal, nonton video dokumenter, dan ngobrol dengan penambang dan peneliti. Semuanya karena rasa ingin tahu yang berubah jadi kesadaran kolektif.
Logam tanah jarang memang menjanjikan masa depan. Tapi masa depan itu harus dipersiapkan—bukan sekadar diperebutkan.
Baca Juga Artikel dari: Tren Ekonomi Kreatif: Cerita dari Meja Kerja Kecil di Rumah
Baca Juga Konten dengan Aritkel Terkait Tentang: Informasi