Fakta Unik Justin Kluivert: Karier Internasional dan Koneksi Indonesia 2025

Justin Kluivert

Waktu pertama kali denger nama Justin Kluivert, gue langsung keinget Patrick Kluivert. Nggak salah sih, karena mereka emang ayah dan anak. Patrick, legenda Belanda dan Barcelona itu, jadi kayak bayang-bayang yang selalu ngikutin Justin di awal kariernya. Tapi… siapa sangka, Justin ternyata pengen bikin jalannya sendiri.

Gue inget banget pas Justin debut bareng Ajax Amsterdam di usia yang masih belasan tahun. Gue langsung mikir, “Ini anak pasti bakal jadi sesuatu.” Dan bener aja, nggak lama setelah itu dia mencetak gol debut yang bikin banyak fans Ajax kegirangan.

Yang menarik, walaupun dibesarkan di akademi Ajax yang terkenal itu, gaya main Justin agak beda. Lebih eksplosif, lebih suka adu lari dan tusuk dari sisi sayap.

Skill dan Gaya Main yang Khas

Skill dan Gaya Main yang Khas

Berikut beberapa skill dan gaya main justin:

Jujur, gue suka banget nonton dia main. Dia punya sport dribbling cepat, first touch halus, dan insting untuk tusuk ke dalam dari sisi kiri. Kadang gaya mainnya tuh ngingetin gue ke Neymar versi muda, walaupun secara konsistensi emang masih naik turun.

Waktu dia pindah ke AS Roma di 2018, ekspektasinya tinggi banget. Tapi ya gitu deh, Serie A agak beda, dan Justin sempat kesulitan adaptasi. Tapi secara teknis, dia tetap keliatan punya bakat besar.

Beberapa hal yang menurut gue bikin dia menonjol:

  • Speed-nya luar biasa (emang modal genetik kayaknya)

  • Suka main direct, nggak banyak gaya

  • Berani ambil risiko, meskipun kadang jadi blunder juga

Dan satu hal yang bikin gue respect: dia nggak cuma ngandelin nama belakangnya.

Perjalanan Klub: Dari Ajax Sampai Premier League

Nah, ini bagian yang menarik. Setelah dari Roma, karier Justin kayak roller coaster. Dia sempet dipinjamkan ke:

  • RB Leipzig (Jerman)

  • Nice (Prancis)

  • Valencia (Spanyol)

  • Dan terakhir… dia pindah ke Bournemouth di Liga Inggris

Gila kan? Di usia muda, dia udah main di 5 liga top Eropa. Bukan hal yang banyak pemain bisa lakukan. Tapi… di sisi lain, ini juga nunjukin gimana dia masih cari “rumah” yang cocok buat kariernya.

Kalau lo tanya gue pribadi, Justin itu tipe pemain yang butuh pelatih yang percaya penuh. Bukan sekadar pemain cadangan atau proyek jangka pendek.

Koneksi Indonesia: Fakta yang Sering Terlewat

Nah ini nih yang sering banget dilupain atau bahkan gak diketahui orang.

Justin Kluivert itu punya darah Indonesia. Yup. Dari garis keturunan ibunya, katanya ada darah Ambon. Jadi bukan cuma “Kluivert” yang Belanda banget itu, tapi ada rasa “Nusantara” juga di darahnya.

Gue nemu beberapa sumber yang nyebutin soal ini, dan makin penasaran. Kalau dipikir-pikir, bukan nggak mungkin dia eligible buat main di Timnas Indonesia kalau aturan FIFA dan naturalisasi memungkinkan. Tapi ya… realistisnya sih nggak akan kejadian, karena dia udah pernah bela Timnas Belanda.

Tapi tetep aja, fakta ini bikin kita ngerasa deket secara emosional. Kayak ada rasa bangga sendiri, walaupun kecil, bahwa ada talenta dunia yang punya darah kita.

Naik Turunnya Karier dan Harapan ke Depan.

Naik Turunnya Karier Justin Kluivert

Satu hal yang menurut gue patut dicatat: Justin Kluivert bukan pemain gagal. Dia cuma belum nemuin ritme dan tempat yang pas buat mekar.

Mungkin ekspektasi karena nama besarnya jadi beban juga. Bayangin aja, di usia 18 tahun lo udah dibandingin terus sama ayah lo yang legend. Gak gampang, bro.

Tapi yang gue salut, dia tetep kerja keras. Gak nyerah. Bahkan ketika kariernya sedikit meredup, dia terus cari klub yang kasih dia jam main. Itu penting banget buat pemain muda.

Gue yakin, kalau dia bisa settle di Bournemouth dan dapet kepercayaan, kita bakal lihat versi terbaik Justin Kluivert. Mungkin gak segila Mbappé atau Haaland, tapi bisa banget jadi pemain kunci buat klub papan tengah EPL.

Pelajaran yang Bisa Diambil

Dari perjalanan Justin Kluivert , ada beberapa pelajaran yang menurut gue relate banget, nggak cuma buat pemain bola, tapi buat siapa aja:

  • Nama besar gak menjamin sukses. Lo tetap harus kerja keras dan temuin gaya lo sendiri.

  • Pindah-pindah klub bukan aib. Kadang justru itu cara terbaik buat cari “rumah” yang cocok.

  • Tekanan itu nyata, tapi lo bisa tetap jalan pelan-pelan.

  • Bangga dengan akar lo. Fakta bahwa Justin punya darah Indonesia tuh keren, dan dia gak pernah nutupin itu.

Justin Kluivert, Bukan Sekadar Anak Patrick

Gue percaya, Justin Kluivert masih punya banyak potensi yang belum keluar sepenuhnya. Dan yang paling penting, dia udah buktiin bahwa dia bukan sekadar anak dari legenda, tapi seseorang yang berjuang bangun namanya sendiri.

Koneksi dia ke Indonesia mungkin kecil secara teknis, tapi besar secara simbolis. Dan buat kita, itu udah cukup bikin ngerasa bangga.

Siapa tahu nanti kita bisa lihat dia main di Indonesia dalam laga eksibisi? One day, maybe.

Dibandingin Terus Sama Ayahnya? Capek Bro!

Gue pernah nonton interview Justin Kluivert beberapa tahun lalu. Salah satu pertanyaan yang paling sering dia dapet adalah, “Gimana rasanya jadi anak Patrick Kluivert?”

Dan jawaban dia tuh… jujur banget. Dia bilang dia bangga, tapi juga capek harus terus dibandingin. Gimana nggak? Patrick Kluivert itu legenda. Juara Liga Champions, top skor Timnas Belanda di masanya, dan bener-bener ikon.

Masalahnya, publik sering berekspektasi dia harus selevel kayak bokapnya. Padahal ya tiap pemain punya jalannya sendiri. Buat gue pribadi, tekanan kayak gini tuh lebih berat dari cedera. Mental bisa drop. Kalau gak kuat, bisa-bisa malah jadi bumerang.

Makanya gue salut sama Justin Kluivert yang tetap sabar, tetap main, dan nggak berhenti belajar.

Highlight Karier yang Sering Dilupakan

Kadang orang terlalu fokus sama klub-klub besar yang Justin Kluivert bela, sampai lupa kalau dia juga punya momen-momen keren di lapangan.

Salah satunya waktu dia cetak gol buat Leipzig lawan Manchester United di Liga Champions 2020. Gila sih, itu bukan cuma gol penting, tapi juga bukti bahwa dia bisa tampil di panggung besar.

Atau waktu dia masih di Ajax dan sempat dibandingin sama Arjen Robben karena cara dia motong ke dalam dan nembak pake kaki kanan dari sisi kiri.

Buat gue, ini momen-momen emas yang sayangnya tenggelam gara-gara tekanan ekspektasi fans.

Apa yang Bisa Diperbaiki dari Permainannya?

Oke, gue gak cuma mau muji terus ya. Kita ngomongin juga kelemahannya.

Salah satu masalah Justin Kluivert  adalah decision-making. Kadang terlalu buru-buru, kadang terlalu egois. Mungkin karena pengen banget buktiin diri, dia jadi sering maksa tembak walaupun ada opsi lain.

Selain itu, dia juga belum konsisten secara fisik. Di beberapa laga, dia kelihatan loyo atau gampang kehilangan bola. Ini bisa jadi karena adaptasi liga yang beda-beda, atau manajemen waktu istirahat dan latihan yang belum optimal.

Kalau dia bisa ningkatin dua hal ini aja—decision-making dan ketahanan fisik—gue rasa kariernya bisa jauh lebih stabil.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Estádio Cívitas Metropolitano: Pengalaman Sepak Bola Tak Terlupakan di Madrid disini

Author